1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Zardari Menangkan Pemilihan Presiden Pakistan

6 September 2008

Inikah halaman baru demokrasi di Pakistan setelah Musharraf? Duda almarhum Benazir Bhutto, Asif Ali Zardari awalnya mengambil alih kepemimpinan Partai Rakyat Pakistan. Kini ia meraih jabatan Presiden Pakistan.

Poster kampanye Asif Ali Zardari untuk pemilihan presiden Pakistan, Sabtu 6 September 2008.Foto: AP

Ketua Partai Rakyat Pakistan (PPP), Asif Ali Zardari, memenangkan pemilihan presiden di Pakistan. Hasil pemungutan suara hari Sabtu, menunjukan Zardari meraih dukungan mayoritas dari 702 suara di parlemen.

Hasil pemilihan ini tidak mengejutkan. Riuh rendah gemuruh tepuk tangan para pendukung Asif Ali Zardari, ketika jumlah raihan suara untuknya diumumkan. Di parlemen Islamabad, Ketua PPP itu meraup lebih dari 60% suara. Juga di parlemen daerah Balutschistan, Sindh dan propinsi perbatasan di utara Pakistan, Zardari berhasil mendapatkan dukungan mayoritas yang ia butuhkan.

Zardari hanya kalah suara di Punjab. Dua pertiga anggota parlemen daerah Punjab memilih kandidat partai Muslim Liga, mantan Perdana Menteri Nawaz Sharif, yang baru-baru ini mengundurkan diri dari koalisi pemerintahan sebagai protes terhadap Zardari. Di masa depan, tampaknya Sharif akan menjadi oposan yang perlu diperhitungkan.

Asif Ali Zardari memiliki reputasi buruk. Ia digosipkan melakukan pemerasan, korupsi, pencucian uang, bahkan pembunuhan. Sampai kini, memang tak satupun tuduhan ini yang pernah terbuktikan. Di Pakistan, jarang ada politisi yang betul-betul transparan, tapi tuduhan semacam itu betul-betul meresahkan. Dalam masyarakat kini, tak banyak yang menyangka bahwa duda Benazir Bhutto ini akan berhasil mendaki ke puncak kekuasaan.

Wartawan Christina Lamb, teman karib almarhum Benazir Bhutto mengeluhkan: "tuduhan-tuduhan semacam itu dan kalangan pergaulannya merusak citra Zardari. Di Pakistan kini, tak banyak orang yang bakal mau memberikan rekomendasi untuknya." Benazir Bhutto, tewas akhir 2007 dan sampai kini kasus pembunuhannya belum terbongkar.

Sementara itu, bagi kedua kandidat Presiden Paskitan lainnya, sejak awal ada anggapan bahwa mereka tak punya harapan besar untuk menang. Mushahid Hussain Syed yang pernah bekerja sebagai wartawan, tampil sebagai kandidat partai Muslim Liga-Quaid yang setia mendukung Musharraf. Sedangkan mantan hakim Saeeduz Zaman Siddiqui mewakili kubu Muslim Liga yang mendukung Nawaz Sharif.

Kelihaian Zardari berstrategi terlihat dalam bulan-bulan terakhir ini. Pertama, ia berhasil membawa PPP menuju kemenangan dalam pemilihan parlemen. Kemudian, partainya berhasil mendesak diktatur militer Pervez Musharraf untuk lengser dari jabatan Presiden. Langkahnya yang terakhir, menolak rehabilitasi para hakim yang dipecat Musharraf, berhasil mendorong partai Nawaz Sharief untuk angkat kaki dari koalisi partai yang memerintah.

Karenanya tak aneh bila beberapa minggu lalu, Asif Ali Zardari tampil yakin dalam sebuah wawancara televisi. Ia bahkan sudah memprediksikan kemenangannya. Tersenyum ia mengingatkan, dalam parlemen Pakistan, PPP memiliki kursi terbanyak. Bila ditambah dukungan para mitranya, maka Zardari bisa dengan mudah dan yakin akan meraih suara mayoritas.

Menghadapi perkembangan terbaru, pihak oposisi tampak tenang-tenang saja. Ayaz Amir dari partai Muslim Liga pro Nawaz Sharief membenarkan anggapan ini. Ia mengatakan: "Tunggu saja dulu, nanti kita bisa tahu bagaimana sikap Zardari setelah menjadi presiden. Kita pantau dulu, apakah ketegangan di dunia politik Pakistan mereda, ataukah protes dan kericuhan akan kemabli merebak lagi di Punjab atau di tempat-tempat lain".

Asif Ali Zardari menghadapi tantangan berat. Ia harus bisa mengendalikan milisi islam radikal yang aksi-aksi terornya mengancam keamanan dalam negeri Pakistan dan menyebabkan destabilisasi di wilayah Afghanistan. Selain itu, Zardari harus bisa mengatasi krisis ekonomi yang dihadapi Pakistan. Namun sampai sekarang tak diketahui, bagaimana Zardari akan memecahkan semua persoalan yang rumit ini. (ek)